Reklamasibekas tambang yang selanjutnya disebut reklamasi adalah usaha memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi dalam kawasan hutan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan dan energi agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. (Permenhut Nomor: 146-Kpts-II-1999). Mahandis Y. Thamrin/National Geographic Indonesia Sebuah adegan dalam panil porselen HVA yang menggambarkan kesibukan kuli di perkebunan sawit zaman Hindia Belanda. beberapa dekade terakhir, kawasan hutan luas di Sumatera, Indonesia, telah dialihfungsikan menjadi perkebunan tanaman komersial seperti perkebunan kelapa sawit dan karet. Hasil studi yang diterbitkan di jurnal Biogeosciences pada 2017 lalu menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan ini meningkatkan suhu di wilayah tersebut. Pemanasan tambahan dapat mempengaruhi tumbuhan dan hewan dan membuat wilayah Indonesia itu lebih rentan terhadap kebakaran hutan. Minyak sawit yang merupakan produk utama dari kelapa sawit adalah minyak nabati yang paling banyak digunakan di dunia, muncul dalam daftar bahan di banyak barang konsumen, mulai dari cokelat hingga sabun. Indonesia sebagai negara produsen minyak sawit terbesar di dunia telah membiarkan sebagian besar hutan hujannya ditebangi dan digantikan oleh perkebunan kelapa sawit dengan laju yang melebihi Brasil. Hasil studi yang dari sebuah tim peneliti internasional yang dipimpin oleh Clifton Sabajo dan Alexander Knohl dari University of Göttingen di Jerman ini, menemukan bahwa ekspansi kelapa sawit dan tanaman komersial lainnya di Sumatera telah membuat suhu di wilayah tersebut jadi lebih panas. Donny Fernando/National Geographic Indonesia Hilangnya keanekaragaman hayati akibat masifnya perkebunan sawit. Tak jarang memicu kekeringan dengan dampak akhir kebakaran hutan. Bila tidak diperhatikan, pemanasan suhu global kian tak terkendali. "Perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi kebun tanaman komersial seperti perkebunan kelapa sawit dan karet tidak hanya berdampak pada keanekaragaman hayati dan cadangan karbon, tetapi juga memiliki efek pemanasan permukaan, menambah efek perubahan iklim," kata Knohl yang merupakan profesor di bidang bioklimatologi, seperti dilansir EurekAlert!. Tim peneliti mempelajari perbedaan suhu permukaan untuk berbagai jenis tutupan lahan, seperti hutan, lahan tebang habis, dan perkebunan tanaman komersial, di provinsi Jambi, Sumatera. Mereka menggunakan data satelit yang dikumpulkan antara tahun 2000 dan 2015 oleh Landsat NASA dan instrumen MODIS, serta data yang dikumpulkan di lapangan. Baca Juga Fakta yang Perlu Anda Tahu Seputar Jatuhnya Meteorit di Lampung Tengah Yunaidi Joepoet Api perlahan membakar hutan yang berbatasan langsung dengan perkebunan sawit di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Mereka menemukan bahwa pembukaan lahan tebang habis lebih hangat hingga 10 derajat Celsius daripada lahan perhutanan. "Lahan tebang habis adalah fase antara hutan dan jenis tutupan lahan lainnya, seperti perkebunan skala kecil [pertanian keluarga skala kecil] atau perkebunan komersial," ujar Sabajo, peneliti utama dalam studi ini yang kala itu masih merupakan mahasiswa PhD di University of Göttingen. Adapun suhu perkebunan kelapa sawit dewasa adalah sekitar 0,8 derajat Celsius lebih hangat dari pada hutan, sedangkan perkebunan kelapa sawit muda lebih hangat 6 derajat Celsius. “Perkebunan kelapa sawit muda memiliki daun yang lebih sedikit dan lebih kecil serta kanopi yang terbuka, sehingga menghasilkan lebih sedikit air. Selain itu, tanah menerima lebih banyak radiasi matahari dan lebih cepat kering,” jelas Sabajo. Sabajo mengatakan suhu permukaan di hutan lebih rendah daripada di perkebunan kelapa sawit dan pembukaan lahan terutama karena "pendinginan evaporatif", yang mirip dengan proses yang mendinginkan kita saat kita berkeringat. Ada lebih banyak penguapan dan transpirasi air dari tanaman dan tanah ke atmosfer di hutan daripada di lahan yang ditebang habis atau perkebunan kelapa sawit muda, yang berarti tanah lebih sejuk untuk jenis tutupan lahan tersebut. Baca Juga Lahan Gambut Tropis Tertua di Dunia Ditemukan di Pedalaman Kalimantan PROMOTED CONTENT Video Pilihan KonversiLahan Pertanian 10.20961/DESA-KOTA.V3I1.37622.24-35 Sedangkan dari sisi pemilihan lokasi perumahan, konversi lahan pertanian dipengaruhi oleh aksesibilitas, fasilitas sosial ekonomi, lingkungan dan harga lahan.
- Badan Riset dan Inovasi Nasional BRIN menyebutkan, konflik manusia dan satwa liar dipicu oleh alih fungsi hutan menjadi lahan perkebunan, lahan pertanian pemukiman dan pembangunan infrastruktur. Hal itu berdampak pada hilangnya habitat habitat loss, pemecahan habitat fragmentation hingga penurunan kualitas habitat habitat degradation.Pada akhirnya, ketiga dampak tersebut mengancam kelestarian keanekaragaman hayati, di sejumlah wilayah di Indonesia. Baca juga Kapan Hutan Pertama Muncul di Bumi? Sains Jelaskan Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini saja, konflik antara manusia dan satwa liar terus berlangsung dan tidak ada tanda-tanda mereda. Pihaknya menyampaikan, konflik tersebut terjadi hampir di seluruh provinsi di Sumatera. Kemudian disusul Provinsi Bengkulu yang menjadi wilayah kedua dengan kasus konflik manusia dan satwa liar terbanyak setelah dan harimau sumatera merupakan satwa yang paling sering berkonflik dengan manusia, dan kondisi ini dinilai semakin mengkhawatirkan. Menurut peneliti di Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN, Prof Raden Garsetiasih, konflik gajah dengan manusia merupakan konflik yang sering terjadi di Sumatera khususnya Sumatera Selatan. Kejadian konflik manusia dan satwa liar, telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan gajah itu sendiri. Berdasarkan catatan, beberapa gajah mati terbunuh karena diracun, sementara tanaman sering menjadi sasaran gajah untuk dimakan. “Di sini manusia harus sudah membiasakan diri hidup berdampingan dengan gajah co-existent, karena ruang habitat gajah yang semakin sempit, sehingga harus berbagi dengan manusia,” ujar Garsetiasih dilansir dari laman resmi BRIN, Rabu 17/8/2022. Upaya mengatasi konflik manusia dan satwa liar Profesor Riset Macan Tutul Jawa Pertama di Indonesia, Hendra Gunawan membeberkan beberapa cara dalam mengatasi situasi konflik manusia dan satwa liar. Dia mengatakan, dalam melakukan upaya mitigasi konflik itu diperlukan langkah komprehensif, holistik, dan terencana. Baca juga Fragmentasi Hutan, Definisi, Penyebab, dan Dampaknya
B Fungsi Hutan. Bukan sebuah rahasia lagi jika hutan memiliki peran fungsi yang sangat penting bagi seluruh makhluk hidup, tanpa terkecuali manusia. Beberapa fungsi utama hutan adalah sebagai berikut: 1. Fungsi Estetika. Hutan merupakan karya seni alam yang sangat indah. Oleh karena itu, hutan dijadikan sebagai salah satu destinasi kunjungan
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Seperti yang kita tahu, hutan merupakan kawasan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Hutan berfungsi sebagai penyedia air bagi kehidupan, tempat tinggal hewan sekaligus tempat hidup berbagai tanaman. Ekosistem hutan sangatlah krusial bagi kehidupan makhluk bumi terutama manusia, dimana ekosistem tersebut tidak hanya menyimpan sumber daya alam berupa kayu - kayuan atau pepohonan, tetapi masih banyak potensi - potensi lain yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sebagai fungsi ekosistem, hutan difungsikan sebagai penyeimbang lingkungan, serta mencegah timbulnya pemanasan global. Sayangnya, akhir - akhir ini Indonesia telah didaulat sebagai negara dengan kerusakan hutan paling cepat di antara negara-negara lainnya yang memiliki hutan. Bahkan, pada tahun 2009 Guinnes Book of Record mencatat terjadi pengurangan lahan hutan Indonesia sekitar 2% setiap tahunnya. Kerusakan hutan tropis akibat adanya industri kelapa sawit, kertas dan pulp merupakan bencana ekologis yang menjadi kontributor utama emisi gas rumah kaca. Selama kurang lebih setengah abad lamanya, lebih dari 74 juta hektar hutan Indonesia seluas lebih dari dua kali ukuran negara Jerman telah ditebang, dibakar atau rusak. Dengan kata lain, hutan telah dialih fungsikan dan dieksploitasi menjadi lahan perkebunan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik BPS yang dipublikasikan pada Desember 2019 disebutkan bahwa luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah mencapai 14,32 juta hektar. Dengan rincian, luas perkebunan besar sekitar 8,51 juta hektar dengan jumlah produksi kelapa sawit 26,57 juta ton. Perkebunan sawit ini sebagian besar dimiliki oleh perusahaan yang bergerak dalam bidang industri. Contohnya Sinar Mas Agro Resources and Technology atau PT. Sinar Mas Group. Sinar Mas Group merupakan produsen terbesar minyak sawit, pulp dan kertas di Indonesia yang didirikan pada tahun 1962. Seperti dilansir dari laman kekuasaan grup usaha ini telah mencapai hektar lahan perkebunan kelapa sawit pada tahun 2009 dan terus berkembang hingga mencapai sekitar hektar pada tahun 2020. Lahan ini berada di wilayah provinsi Kalimantan dan Papua dengan perkiraan lahan hutan yang sangat luas para kritikus menyebutnya sebagai “Lahan simpanan”. Kemudian perusahaan Astra Argo Lestari yang pertama kali membuka lahannya di Provinsi Riau pada tahun 1984 kini memiliki lahan sekitar 286,8 hektar dengan pendapatan pertahunnya mencapai 17,45 triliun. Ada pula perusahaan Salim Ivomas Pratama yang berdiri sejak tahun 1992 memiliki lahan seluas 251,1 hektar. Perusahaan sawit ini menghasilkan produk yang cukup dikenal di pasaran yakni minyak Bimoli dan margarin Palmia dimana produk tersebut cukup diminati dan banyak dikonsumsi maraknya perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia tentunya memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi, dimana dengan majunya perkebunan kelapa sawit dapat menarik para pemilik modal besar untuk melakukan ekspansi industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Namun, dibalik itu industri kelapa sawit juga membawa banyak dampak negatif. Contohnya seperti ketimpangan agrarian, proletarisasi, masalah perburuhan, kerusakan lingkungan serta musnahnya habitat asli ketimpangan agrarian. Menurut Pandangan Marxisme, kemajuan teknologi telah menyebabkan kehancuran lingkungan dalam bidang pertanian. Dilansir pada laman Food and Agriculture Organization FAO menyebutkan bahwa keluarga petani pertanian, kehutanan, perikanan tangkap dan budidaya, peternakan merupakan penghasil pangan dunia. Lebih dari 570 juta hektar lahan pertanian di dunia, 500 juta hektar dimiliki oleh keluarga petani. Dimana dari lahan tersebut dapat menghasilkan 57% produksi pangan dunia. Namun berdasarkan data Sawit Watch, diperkirakan dalam kurun waktu tahun 2003 – 2013, jumlah petani Indonesia mengalami penuruna yang sangat drastis, yakni sekitar 5,07 juta. Ini sama dengan 1 petani hilang setiap Proletarisasi. Hilangnya garapan petani akibat adanya perkebunan sawit dalam skala besar. Hilangnya lahan garapan membuat para petani harus menjual tenaganya untuk bertahan hidup. Hal inilah yang dinamakan proletarisasi. Menurut pandangan Marxisme, proletarisasi merupakan peristiwa dimana petani melepaskan alat produksinya yakni berupa tanah kepada perusahaan atau kaum borjuis, yang mana kaum borjuis sebagai pemilik modal dan alat produksi ini akhirnya mempekerjakan para petani yang telah kehilangan mata pencaharian mereka. Para petani pun merasa tidak ada pilihan lain selain menjual tenaga kepada perusahaan atau menjadi masalah perburuhan. Sebagai kaum proletariat, para pekerja kelapa sawit sering tidak dianggap dan sering dipermainkan oleh para pemilik modal. Dan lagi - lagi, para proletariat tidak dapat melawan karena takut dengan konsekuensi yang akan diperoleh jika berani melawan, misalnya seperti pemotongan gaji, atau pemberhentian kerja. Akibatnya, semakin banyak perlakuan buruk yang diterima oleh para pekerja. Menurut laporan Accenture for Humanity United 2012, para buruh yang bekerja di perkebunan kelapa sawit rentan mengalami eksploitasi, diantaranya sepeti bekerja secara paksa, sistem gaji yang rendah, bekerja dan hidup pada kondisi lingkungan yang buruk, rawan terhadap kekerasan dan pelecehan seksual, serta banyaknya perekrutan perkerja di bawah umur. Keempat, yaitu kerusakan lingkungan dan musnahnya habitat asli hewan. Kerusakan lingkungan akibat dari ekspansi lahan perkebunan sangat rentan terjadi, hal ini dikarenakan proses pembersihan lahan kerap dilakukan dengan cara merusak dan membakar hutan. Asap dari pembakaran lahan ini menghasilkan emisi gas rumah kaca yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang cukup ekstrim. Akibat perluasan perkebunan kelapa sawit juga berdampak pada hilangnya habitat alami hewan. Seperti yang terjadi di kawasan hutan tropis Kalimantan dan Sumatera. Penebangan hutan untuk dialih fungsikan menjadi lahan perkebunan menjadi penyebab utama penurunan jumlah orang utan. Banyak orang utan yang mati kelaparan akibat dari hilangnya sumber makanan mereka. Adapula orang utan yang mati akibat dibunuh oleh para pekerja perkebunan karena dianggap sebagai hama dan mengganggu alih fungsi hutan untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit yang terjadi tidak terlepas dari ketergantungan produksi manusia atas sumber daya alam serta ketidaksadaran manusia sebagai penghuni bumi untuk menjaga dan melestarikan alam sekitar. Untuk itu, perlu adanya upaya atau kebijakan yang dibuat untuk mengurangi eksploitasi berlebih dan melindungi kelestarian alam. Salah satu cara yaitu dengan melindungi lahan-lahan pangan tersebut dengan menjadikannya lahan pertanian pangan berkelanjutan. Sehingga diharapkan terjadi keseimbangan bagi individu, ekologi, dan ekonomi masyarakat sekitar. Lihat Nature Selengkapnya
Lahanmarginal berpotensi untuk dijadikan lahan budidaya produksi tanaman pangan, seperti padi gogo, jagung, kelapa sawit, ubi jalar, dan kacang tanah. Selain berpotensi untuk budidaya tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan, lahan marginal juga dapat dimanfaatkan untuk usaha peternakan. Hal tersebut menunjukkan bahwa potensi pemanfaatan
Kabar Baru 08 Juni 2021 UU Cipta Kerja kian mempermudah alih fungsi kawasan hutan. Atas nama pembangunan hutan Indonesia akan semakin berkurang. ALIH fungsi hutan acap jadi penyebab bencana hidrometerologi seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, yang menyedot kerugian materi tak sedikit hingga memicu krisis iklim. Masalahnya, alih fungsi hutan sah secara hukum Indonesia. Yang tak sah adalah konversi hutan tanpa izin pemerintah. Maka bagaimana jika pemerintah yang mendorong alih fungsi hutan melalui kebijakan? Pengertian tentang alih fungsi lahan hutan tidak ditemukan dalam regulasi kehutanan namun secara normatif dan kontekstual pengertiannya adalah proses pengalihan fungsi lahan hutan dari kegiatan kehutanan untuk kepentingan kegiatan non kehutanan seperti permukiman, perkebunan, pertambangan. Dalam UU Kehutanan pasal 38 ayat 1 menyebutkan bahwa penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung. Sebelum PP Nomor 23/2021 terbit, alih fungsi lahan hutan diatur PP 104/2015 tentang tata cara perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan dan PP 105/2015 tentang penggunaan kawasan hutan. Mekanisme alih fungsi lahan hutan diatur melalui dua prosedur, yakni pelepasan kawasan hutan dan izin pinjam pakai kawasan hutan. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK menunjukkan alih fungsi lahan hutan secara legal sejak Orde Baru hingga 2017 6,7 juta hektare. Sedangkan alih fungsi lahan hutan yang menjadi kebun sawit seluas 3,1 juta hektare, belum termasuk pertambangan ilegal. Ada juga alih fungsi melalui izin pinjam pakai kawasan hutan IPPKH yang telah diterbitkan dari tahun 1979 hingga 2018 seluas hektare. Pelepasan kawasan hutan sah apabila Menteri LHK atau pejabat yang ditunjuk, telah menetapkan batas areal kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi HPK dalam Surat Keputusan yang pengurusan selanjutnya menjadi tanggung jawab instansi di bidang pertanahan. Selanjutnya, status kawasan hutan yang telah diserahkan kepada Kementerian Pertanian atau Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional tersebut dapat diubah menjadi hak guna usaha HGU untuk kegiatan pertanian dan perkebunan, hak guna bangunan HGB atau hak milik HM untuk kegiatan permukiman dan hak-hak lainnya sesuai ketentuan perundangan yang berlaku. Pelepasan kawasan hutan produksi yang bisa dikonversi untuk perizinan berusaha tidak diberikan sekaligus sesuai permohonan jumlah luasnya, tetapi bertahap. Untuk perkebunan paling banyak hektare untuk satu perusahaan atau grup perusahaan, dengan ketentuan diberikan secara bertahap dengan luas paling banyak hektare, dan proses pelepasan berikutnya dilaksanakan setelah dilakukan evaluasi pemanfaatan Kawasan HPK yang telah dilepaskan sebelumnya. Untuk perkebunan tebu paling banyak hektare untuk satu perusahaan atau grup perusahaan dengan ketentuan diberikan secara bertahap dengan luas paling banyak hektare. Dasar pertimbangan pemberian izin secara bertahap tiga kali untuk perkebunan untuk ha dan empat kali untuk perkebunan komoditas tebu untuk ha, belum jelas dan memerlukan penjelasan lebih lanjut. Kegiatan evaluasi oleh Dinas Provinsi atau Kementerian sekalipun berpotensi sebagai sumber kolusi dan korupsi. PP 23/2021, yang menjadi aturan turunan UU Cipta Kerja, mengatur pelepasan kawasan hutan lebih mudah dan kian longgar. Pelepasan kawasan hutan tidak hanya bisa di kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi, juga di kawasan hutan produksi tetap untuk kegiatan proyek strategis nasional, pemulihan ekonomi nasional, pengadaan tanah untuk ketahanan pangan food estate dan energi, pengadaan tanah untuk bencana alam, pengadaan tanah obyek reforma agraria, dan kegiatan usaha yang telah terbangun dan memiliki izin di dalam kawasan hutan sebelum UU Cipta Kerja terbit. Peran lain UU Cipta Kerja termuat dalam paragraf 3 tentang persetujuan lingkungan pasal 32 ayat 1 yang menyatakan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah membantu pengurusan Amdal bagi usaha dan/atau kegiatan usaha mikro dan kecil yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup. Ayat berbunyi 2 bantuan penyusunan Amdal berupa fasilitasi, biaya, dan/atau penyusunan Amdal. Kemudian pasal 34 ayat 1 menegaskan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap Lingkungan Hidup wajib memenuhi standar UKL-UPL. Ayat 2 pemenuhan standar UKL-UPL dinyatakan dalam Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jadi, hutan Indonesia akan terus berkurang karena alih fungsi atas nama pembangunan. UU Cipta Kerja bahkan alih fungsi bisa di kawasan hutan konservasi. Jika Presiden Joko Widodo bisa menerbitkan Peraturan Presiden tentang moratorium hutan permanen pada 5 Agustus 2019 yang melarang perubahan hutan primer dan gambut seluas 66 juta hektare, moratorium alih fungsi hutan semestinya bukan hal sulit. BERSAMA MELESTARIKAN BUMI Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum. Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan. Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp Topik Indonesiamemiliki 10% dari hutan tropis dunia yang masih tersisa. Alam Indonesia merupakan peringkat ke tujuh dalam keragaman spesies tumbuhan berbunga, memiliki 12% dari jumlah spesies binatang menyusui/mamalia (36% diantaranya spesies endemik), pemilik 16% spesies binatang reptil dan ampibi, 1.519 spesies burung (28% diantaranya spesies endemik), 25% dari Figures - uploaded by Heri SetiawanAuthor contentAll figure content in this area was uploaded by Heri SetiawanContent may be subject to copyright. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Alih Fungsi Lahan Hutan untuk Lahan Perkebunan Kelapa Sawit yang Tidak Terkontrol di Provinsi Kalimantan Selatan sebagai “Tragedy of The Common” Commons adalah bentang alam/sumber daya alam termasuk atmosfer, ecosfer, lithosfer, hydrosfer, dan biosfer, yang semuanya merupakan milik bersama. Tragedy of The Common merupakan situasi dimana sumber daya yang dimiliki bersama dipakai tanpa aturan sehinga menyebabkan kerusakan sumber daya tersebut yang berdampak luas. Kejadian yang menyebabkan ketidakbahagiaan karena kepemilikan lahan atas pihak – pihak tertentu yang melanggar aturan Hardin, 2009. Teori tragedy of the common lahir pada tahun 1968 oleh Garrett Hardin dimana dicontohkan dengan sekelompok peternak yang melanggar perjanjian sehingga menyebabkan pertumbuhan rumput pada suatu lahan kalah cepat dengan konsumsinya sehingga kekurangan pangan. Teori ini digunakan untuk memetakan proses yang mengalami perubahan sumber alam, pengelolaan dan pemanfaatannya Sanjatmiko, 2019. Banjir yang terjadi yang menimpa 10 Kabupaten Kalimantan Selatan pada awal Januari tahun 2021 disebabkan oleh berkurangnya luas hutan pada beberapa Daerah Aliran Sungai DAS di Kalimantan Selatan. Alih fungsi lahan hutan menjadi non hutan pada DAS akan meningkatkan debit run off karena kurangnya daerah resapan Asdak & Supian, 2018 sehingga siklus hidrologi akan terganggu. ”common” dalam kasus ini adalah “Hutan” di Kalimantan Selatan. Penelitian yang dilakukan oleh LAPAN, 2021 terjadi perubahan tutupan lahan dari tahun 2010 2020 terutama lahan hutan. Berkurangnya lahan hutan ini menyebabkan terganggunya siklus hidrologi DAS dan pada akhirnya terjadinya banjir Kalimantan Selatan 13 Januari 2021. Hasil penelitian LAPAN dengan metode klasifikasi random foorest citra Landsat 2010 dan 2020 menunjukkan telah terjadi penurunan luas hutan dan peningkatan area perkebunan di DAS Barito, Kalimantan Selatan lihat Tabel 1.. Tabel 1. Perubahan Tutupan Lahan 2010 -2020 DAS Barito LAPAN, 2021 Penurunan Luas Tutupan Lahan Penelitian yang dilakukan oleh Wibawa et al., 2021 menunjukkan bahwa pada tahun 2000 – 2018 di DAS Tabunio, Kalimantan Selatan terjadi penurunan luas hutan sebesar ha 26,27%. Sedangkan luas perkebunan mengalami peningkatan luas sebesar ha Hasil penelitian Ramdhoni et al., 2019 juga menunjukkan bahwa terjadi penurunan luas hutan di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan pada periode 2007 - 2017 sebesar ha 11,35%. Hutan mangrove pada sepanjang DAS di Kecamatan Jorong, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan terjadi penurunan hutan pada periode 2010 – 2020 seluas 659 ha atau 28,36% akibat alih fungsi lahan menjadi perkebunan Dwi et al., 2021. Gambar 1. Perubahan Tutupan Lahan 2010 kiri dan 2020 kanan di DAS Barito, Kalimantan Selatan LAPAN, 2021 Aktor yang berperan dalam alih fungsi hutan menjadi perkebunan secara besar – besaran di Kalimantan Selatan adalah perusahaan perkebunan dan pemerintah. Peran aktor merupakan faktor kunci terjadinya tragedy of the common Sanjatmiko, 2019. Deforestasi di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan disebabkan karena adanya ilegal logging yang dilakukan oleh oknum – oknum korporasi pada skala besar Ramdhoni et al., 2019. Meningkatnya luas perkebunan di DAS Tabunio, Kalimantan Selatan disebabkan meningkatnya permintaan minyak kelapa sawit dunia Wibawa, 2021. Kalimantan selatan mempunyai potensi lahan untuk perkebunan kelapa sawit yang cukup luas. Sebagai contoh penelitian yang dilakukan oleh Widiarti et al., 2019, dengan menggunakan metode Spatial Multi Criteria Analysis SMCA menunjukkan bahwa luas lahan yang sesuai untuk perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Tanah Laut sebesar 81,58% dari total wilayah. Usaha perkebunan cocok untuk daerah dengan curah hujan > 2500 mm/tahun, suhu optimal 28 - 32˚ C dengan lama penyinaran matahari 5 -7 jam/hari, jenis tanahnya lempung berdebu, dan daerah datar. Kalimantan selatan memenuhi syarat itu semua. Pemerataan pembangunan infrastruktur jalan gencar dilakukan pada masa pemerintahan jokowi termasuk jalan tol banjarbaru – Batulicin. Hal tersebut merupakan salah satu faktor yang menarik investor/pengusaha perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Selatan. Manajemen dan Audit Pola Ruang Kawasan Hutan Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kalimantan Selatan juga menjadi fokus dalam kasus ini. Kisworo, Direktur Wahana Lingkungan Hidup WALHI Kalimantan Selatan mengatakan bahwa 50% dari 3,8 juta luas total Provinsi Kalimantan Selatan sudah dikuasai oleh perusahaan tambang dan kelapa sawit dengan tata kelola lingkungan yang buruk Sandy, 2019. Kisworo juga menambahkan Terdapat 814 lubang tambang milik 157 perusahaan batu bara di Kalimantan Selatan. Sementara itu, rencana kawasan perkebunan pada RTRW Provinsi Kalimantan Selatan 2015 -2036 seluas ha atau 29,53% dari total wilayah, sedangkan untuk rencana kawasan pertambangan tidak disebutkan luasnya PERDA No. 9 Tahun 2015. Kebijakan privatisasi hutan berupa kemudahan perizinan menyebabkan semakin semakin maraknya alih fungsi lahan hutan. Dihimpun dari berita online pemerintah melalui staff kepresidenan Moeldoko mengklaim tidak mengobral pemberian izin tambang dan sawit, dan tidak mengeluarkan izin baru pada masa pemerintahan Jokowi. Namun hal ini dibantah oleh WALHI yang mengungkapkan bahwa dari data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan periode 2014 – 2019 terjadi pelepasan hutan seluas ha untuk pembukaan usaha kelapa sawit dan 99 ha untuk pabrik kelapa sawit. Fakta lain datang dari Koordinator Jaringan Advokasi Tambang Jatam yang mengungkapkan bahwa periode 2016 – 2020 terdapat 592 unit Izin Pinjam Pakai Hutan IPPKH atau seluas ha luas hutan yang digunakan untuk kegiatan non hutan. Meningkatnya luas perkebunan di Kalimantan Selatan disebabkan karena meningkatnya permintaan minyak kelapa sawit dunia sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dunia disertai dengan peningkatan konsumsi barang yang berbahan baku dari kelapa sawit Wibawa, 2021. Mengingat produk – produk yang dihasilkan dari minyak kelapa sawit antara lain makanan, produk kebersihan kosmetik, bahkan biasa digunakan sebagai sumber biofuel atau biodiesel. Industri kelapa sawit mampu membangkitkan perekonomian nasional karena meningkatnya jumlah ekspor dan nilainya BPDPKS, 2021. Hal ini sesuai dengan teori pertumbuhan ekonomi klasik. Teori pertumbuhan ekonomi klasik dipelopori oleh oleh Adam Smith, David Ricardo, Malthus, dan JohnStuart Mill. Menurut teori ini pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh empat faktor yaitu jumlah penduduk, jumlah barang modal, luas tanah dan kekayaan alam, dan teknologi yang digunakan. Teori ini berfokus pada pengaruh pertambahan jumlah penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan pengaruh tiga faktor lainnya dianggap tidak berpengaruh Syahputra, 2017. Berdasarkan uraian di atas, rekomendasi yang diusulkan dalam untuk mewujudkan pengelolaan lahan hutan berkelanjutan sebagai berikut a. Penentuan peruntukan kawasan dalam penyusunan RTRW oleh pemerintah perlu mempertimbangkan aspek kebencanaan. Terutama bencana yang akan ditumbulkan karena alih fungsi lahan hutan di sepanjang DAS. b. Pemerintah sebaiknya mengevaluasi kembali pemberian Izin Pinjam Pakai Hutan IPPKH untuk usaha tambang dan kelapa sawit. c. Mengembalikan fungsi hutan sebagai daerah resapan DAS dengan cara reboisasi. d. Memperkuat audit tata ruang dan mempertegas perizinan perkebunan & pertambangan oleh pemerintah. e. Polisi hutan bersama Kesatuan Pemangku Hutan KPH harus menindak secara tegas illegal logging. f. Penguatan peran Lembaga Swadaya Masyarakat. g. Strategi pengelolaan hutan mangrove dapat dijadikan sebagai kawasan wisata alam/eco wisata Dwi et al., 2021, yang akan mendukung perekonomian masyarakat setempat. Daftar Pustaka Asdak, C., & Supian, S. 2018. Watershed management strategies for flood mitigation A case study of Jakarta's flooding. Weather and climate extremes, 21, 117-122. DOI Asitya, NR. 2021. Klaim Pemerintah soal Izin Tambang dan Sawit di Kalsel yang Dibantah Walhi dan Jatam. Diakses tanggal 25 Juni 2021 pukul 2357 WIB dari BPDPKS. 2021. Industri Kelapa Sawit Mampu Bangkitkan Ekonomi Nasional dan Media. Diakses tanggal 26 Juni 2021 pukul 0049 WIB dari BPS.2021. Provinsi Kalimantan Selatan dalam Angka. Dwi, A. A. N., Fithria, A., & Kissinger, K. 2021. STRATEGI PENGEMBANGAN HUTAN MANGROVE DI KECAMATAN JORONG KABUPATEN TANAH LAUT KABUPATEN KALIMANTAN SELATAN. Jurnal Hutan Tropis, 91, 88-93. Hardin, G. 2009. The tragedy of the commons. Journal of Natural Resources Policy Research, 13, 243-253. LAPAN. 2021. Informasi Genangan Banjir Berbasis Data Penginderaan Jauh Kalimantan Selatan 13 Januari 2021. Diakses tanggal 16 April 2021 dari Peraturan Daerah PERDA No. 9 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015 - 2035 Ramdhoni, F., Fitriani, A. H., & Afif, H. A. 2019, February. IDENTIFIKASI DEFORESTASI MELALUI PEMETAAN TUTUPAN LAHAN DI KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN. In Seminar Nasional Geomatika Vol. 3, pp. 465-472. Sandy, F. 2021. Banjir Kalsel Akibat Lahan Sawit & Tambang? Ini Jawaban BNPB. Diakses tanggal 25 Juni 2021 pukul 1518 WIB dari Sanjatmiko, P. 2019. A Critical Review of Hardin’s Tragedy of the Commons Model 1968 A Case Study of the Segara Anakan Community, Cilacap, Central Java. Antropologi Indonesia, 1-14. Syahputra, R. 2017. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia. Jurnal Samudra Ekonomika, 12, 183-191. Wibawa, D. T., Fithria, A., & Nisa, K. 2021. PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI DAS TABUNIO, KABUPATEN TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN. Jurnal Sylva Scienteae, 41, 59-71. Widiarti, W., & Nurlina, N. 2012. Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Jurnal Fisika Flux Jurnal Ilmiah Fisika FMIPA Universitas Lambung Mangkurat, 91, 21-29. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this is a capital city of Indonesia located in the delta of Ciliwung river. This city suffers annual flooding with some serious damage for certain extreme rainfall events, especially occurring at the upper parts of the Ciliwung watershed. In 1992 rainy season, flooding in Jakarta was scattered in 61 sites. In 1996, the flooding increased to 90 sites, and further increased in the rainy season of 2002 to be 159 sites. Jakarta experienced a major flooding on 9–10 February 2015 after having seen two occurrences of major flooding in the two preceding years 2013 and 2014 Siswanto et al., 2017. Such extreme flooding events might become more frequent in the future due to the impacts of land use and climate change Kure et al., 2014. To reduce the magnitude and frequency of further flooding, on-site as well as off-site program actions need to be taken comprehensively. This paper is specifically aimed at, firstly understanding the main problems causing flooding in the coastal area of Jakarta, and secondly proposing medium and long-term solutions from the perspective of an integrated watershed management approach. The proposed solution will also include institutional and financial arrangements in a cross-administrative boundary situation. Keywords Flooding, Watershed management, Upstream-downstream hydrological relation, IndonesiaGarrett Hardin"Technology is not the answer to the population problem. Rather, what is needed is 'mutual coercion mutually agreed upon'-everyone voluntarily giving up the freedom to breed without limit. If we all have an equal right to many 'commons' provided by nature and by the activities of modern governments, then by breeding freely we behave as do herders sharing a common pasture. Each herder acts rationally by adding yet one more beast to his/her herd, because each gains all the profit from that addition, while bearing only a fraction of its costs in overgrazing, which are shared by all the users. The logic of the system compels all herders to increase their herds without limit, with the 'tragic,' 'inevitable,' 'inescapable' result ruin the commons. Appealing to individual conscience to exercise restraint in the use of social-welfare or natural commons is likewise self-defeating the conscientious will restrict use reproduction, the heedless will continue using reproducing, and gradually but inevitably the selfish will out-compete the responsible. Temperance can be best accomplished through administrative law, and a 'great challenge...is to invent the corrective feedbacks..to keep custodians honest.'"Informasi Genangan Banjir Berbasis Data Penginderaan Jauh Kalimantan Selatan 13 Januari 2021. Diakses tanggal 16LapanLAPAN. 2021. Informasi Genangan Banjir Berbasis Data Penginderaan Jauh Kalimantan Selatan 13 Januari 2021. Diakses tanggal 16 April 2021 dari Peraturan Daerah PERDA No. 9 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015 -2035A Critical Review of Hardin's Tragedy of the Commons ModelP SanjatmikoSanjatmiko, P. 2019. A Critical Review of Hardin's Tragedy of the Commons Model 1968 A Case Study of the Segara Anakan Community, Cilacap, Central Java. Antropologi Indonesia, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Di IndonesiaR SyahputraSyahputra, R. 2017. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia. Jurnal Samudra Ekonomika, 12, Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi GeografisW WidiartiN NurlinaWidiarti, W., & Nurlina, N. 2012. Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Jurnal Fisika Flux Jurnal Ilmiah Fisika FMIPA Universitas Lambung Mangkurat, 91, 21-29. Dilapangan, umumnya sulit dibedakan dengan Walet sarang-hitam, Walet sarang-lumut, dan Walet gunung, kecuali jika berada di sarang. Iris coklat tua, paruh dan kaki hitam. 2 Passer montanus Berukuran sedang (14 cm), berwarna coklat. Mahkota berwarna coklat berangan, dagu, tenggorokan, bercak pipi dan setrip mata hitam, tubuh bagian bawah kuning OccyTzyy OccyTzyy IPS Sekolah Menengah Atas terjawab 1. Alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit di kawasan Asia Tenggara cenderung meningkat. Dampak negatif fenomena tersebut bagi lingkungan adalah .... pembatasan komoditas kehutanan b. penurunan ketersediaan air tanah peningkatan gas karbon di udara d. penurunan kesuburan tanah a. C.​ Iklan Iklan sussybaka30 sussybaka30 Jawaband. Penurunan kesuburan tanahPenjelasanSemoga membantu jawaban yang benar adalah A ini bnr ? Follow ya terimakasih Iklan Iklan Pertanyaan baru di IPS 7. Arti gagasan "Mari bung rebut kembali" adalah​ Pemerintah memiliki peran sebagai pelaku ekonomi yang diantaranya sebagai berikut, kecuali.... A. menetapkan kebijakan dalam perekonomian negara B. me … nghadirkan subsidi BBM kepada masyarakat menengah ke bawah C. pembayaran balas jasa faktor produksi ke rumah tangga konsumen D. membangun flyover khusus kendaraan roda empat standar mobil di wilayah jalan tol adanya pertukaran komoditas menyebabkan​ Hutan Sungai Siak dan Sungai Kampar mempunyai fungsi ekologi yang sangat penting bagi kelangsungan masyarakat Riau. Fungsi hutan ini, antara lain seba … gai daerah tangkapan air, pengatur keseimbangan gas dan pengatu iklim mikro. Melihat fungsi ini, kedua hutan ini termasuk ….​ 10. Kerajaan Mataram Kuno yang pecah menjadi Mataram Hindu dan Mataram Budha, berhasil dipersatukan Kembali oleh raja... A. Rakai Panangkaran B. Rakai … Pikatan C. Rakai Wawa D. Pramodhawardani​ Sebelumnya Berikutnya

SumberDaya Lahan. Indonesia memiliki luas wilayah daratan sekitar 1.906.240 km 2. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi sumber daya lahan yang cukup besar. Penggunaan sumber daya lahan di Indonesia bermacam-macam, antara lain untuk kegiatan pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, perindustrian, permukiman, dan pariwisata.

› Utama›Alih Fungsi Hutan Menjadi... Maraknya alih fungsi lahan hutan menjadi pertambangan dan perkebunan kelapa sawit diduga kuat menjadi penyebab utama terjadinya banjir besar di wilayah Sulawesi Tenggara. Langkah dan penyelesaian menyeluruh mendesak diambil agar bencana banjir besar tidak bertambah di kemudian hari. KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS Pengungsi banjir di posko pengungsian Pondidaha, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, antri mengambil air untuk keperluan minum dan bersih-bersih, Jumat 14/6/2019. Sekitar keluarga terdampak banjir besar yang melanda empat kabupaten di wilayah Sulawesi KOMPAS - Maraknya alih fungsi lahan hutan menjadi pertambangan dan perkebunan kelapa sawit diduga kuat menjadi penyebab utama terjadinya banjir besar di wilayah Sulawesi Tenggara. Langkah dan penyelesaian menyeluruh mendesak diambil agar bencana banjir besar tidak bertambah di kemudian Besar Fakultas Kehutanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo Prof Husna Faad Maonde menjelaskan, kondisi vegetasi hutan sudah masuk dalam kondisi rusak parah. Hal ini disebabkan karena konversi alih fungsi lahan hutan untuk penggunaan industri pertambangan dan perkebunan kelapa sawit. “Saya sudah duga akan terjadi bencana seperti sekarang, karena vegetasi hutan sudah sangat berkurang karena alih fungsi lahan. Pohon-pohon habis, sehingga ketika hujan dengan intensitas besar datang, tidak ada yang menahan. Air lalu mengalir deras tanpa tersimpan dahulu,” tutur Husna, Minggu 16/6/2019.Banjir besar melanda empat kabupaten di wilayah Sulawesi Tenggara sejak dua minggu terakhir. Air setinggi hingga tiga meter menggenangi puluhan Kecamatan di Kabupaten Konawe, Konawe Utara, Konawe Selatan, dan Kolaka Timur. Sedikitnya sekitar keluarga terdampak akibat banjir terparah yang pernah melanda wilayah Sultra beberapa tahun lalu, Husna mengungkapkan, telah menjabarkan kondisi ini kepada banyak pihak. Ia yang rutin melakukan penelitian, kaget dengan perubahan hutan yang begitu cepat 2011, ia melakukan penelitian di bagian hulu Langgikima, Kabupaten Konawe Utara. Sebagian besar pohon di wilayah itu telah habis berganti perkebunan kelapa sawit. Padahal, dua tahun sebelumnya lokasi tersebut masih merupakan hutan dengan tutupan pohon yang rimbun. Wilayah Kecamatan Langgikima adalah wilayah yang terdampak banjir parah, dan hingga saat ini masih yang masif juga membuat hutan benar-benar habis. Sedikitnya ada sekitar 300 perusahaan tambang yang beroperasi di seluruh wilayah Sultra. Menurut Husna, vegetasi di wilayah Konawe, Konawe Selatan, juga Kolaka, semakin kritis karena aktivitas tambang maupun perkebunan kelapa RIJAL YUNUS Pengendara menaikkan kendaraan roda empat ke atas truk untuk melintasi jalan yang tergenang air di Desa Hongua, Kecamatan Pondidaha, Kabupaten Konawe, Sabtu 15/6/2019. Selain membuat jalur transportasi lumpuh, banjir yang merendam empat kabupaten di Sultra juga membuat keluarga terdampak.“Meski harus diteliti lebih lanjut lagi, saya menduga sekitar 70 persen tutupan hutan kita sudah habis karena alih fungsi lahan akibat pertambangan maupun perkebunan skala besar. Lahan kritis di Sultra mencapai hektar berdasar data 2012 lalu,” ucapnya. Luas lahan kritis ini menyumbang sekitar sepertiga dari total luas lahan kritis di Sulawesi yang mencapai 2,7 juta itu, lanjutnya, pemerintah harus mengambil langkah penanganan menyeluruh terkait kondisi lingkungan saat ini. Sejak 2011 lalu, ia yang mengetuai tim penelitian dari tiga kementerian, telah merekomendasikan untuk benar-benar menjadikan Analisis Dampak Lingkungan sebagai pijakan utama. Perbaikan tata ruang Dilakukan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lahan. Selain itu, revegetasi oleh industri pertambangan maupun perkebunan harus benar-benar dilakukan. Sebab, jika tidak, ucap Husna, bencana lebih besar bisa saja melanda wilayah Sultra di kemudian hari. “Masyarakat yang akan menanggung akibat dari kerusakan lingkungan seperti sekarang. Mereka menderita secara sosial, ekonomi, juga trauma.”Masyarakat yang akan menanggung akibat dari kerusakan lingkungan seperti sekarang. Mereka menderita secara sosial, ekonomi, juga traumaKerusakan lingkungan akibat industri dan perkebunan yang masif memang telah mengubah wilayah sejumlah daerah di Sultra. Data Wahana Lingkungan Hidup Sultra, sejak 2001 sampai 2017, wilayah Konawe Utara kehilangan hektar tutupan pohon. Dalam kurun yang sama, pertambangan dan sawit juga mengubah hutan primer seluas 954 hektare dan hutan alam lingkungan tidak hanya terjadi di hulu. Sebab, daerah DAS juga dalam kondisi kritis akibat sedimentasi dan lumpur. Akibatnya, saat aliran air dari hulu melimpah, air dengan cepat menggenangi wilayah hilir akibat air tidak mampu tertampung sungai yang dangkal. Pengungsi meninggalKOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS Seorang balita sakit di posko pengungsian SMA 1 Pondidaha, Kabupaten Konawe, Jumat 14/6/2019. Banjir parah merendam empat kabupaten di wilayah Sulawesi Tenggara, yang berdampak ke sekitar Minggu siang, banjir masih merendam sejumlah wilayah di empat kabupaten di wilayah Sultra. Ribuan warga masih mengungsi, atau bertahan di rumah yang terendam air dengan ketinggian hingga 1 meter. Jalur transportasi juga masih lumpuh karena sejumlah jembatan belum bisa dilalui, serta jalan terendam air hingga ketinggian 1,5 meter. Sejumlah wilayah di Kabupaten Konawe Utara masih terisolir dan belum bisa dicapai dengan jalur Kabupaten Konawe, kondisi banjir pada Minggu tidak berbeda jauh dengan hari sebelumnya. Ketinggian air yang mancapai lebih dari satu meter juga masih menutupi jalan Trans-Sulawesi yang menghubungkan Kota Kendari dengan Kabupaten Konawe, tepatnya di Kecamatan orang pengungsi yang sebelumnya menginap di posko pengungsian SMA 1 Pondidaha dilaporkan meninggal dunia di waktu yang tidak jauh berbeda. Seorang bayi berumur empat hari meninggal setelah dirujuk ke rumah sakit Konawe, sementara seorang pria bernama Daeng Situju 50 meninggal di RS Abu Nawas, Kepala BPBD Konawe membenarkan adanya dua pengungsi yang meninggal dunia. “Yang bapak-bapak informasinya meninggal karena sebelumnya memang telah sakit. Yang bayi itu mungkin karena kedinginan. Saya masih menunggu laporan lengkap dari teman-teman,” menyebutkan, pihaknya bersama tim SAR, pemda, dan sejumlah instansi lainnya, berusaha memenuhi semua kebutuhan pengungsi. Akan tetapi, karena tingginya kondisi air, penanganan belum bisa optimal. Sejauh ini, banjir masih menggenangi jalan dan ribuan rumah warga. Banjir belum juga surut meski telah berlangsung hampir 10 hari di wilayah RIJAL YUNUS Sebagian wilayah di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara yang terendam banjir seperti terlihat Kamis 13/6/2019. Sekitar keluarga terdampak banjir yang merendam empat kabupaten di wilayah Sultra.
Dibeberapa daerah wilayah pesisir di Indonesia sudah terlihat adanya degradasi pada hutan mangrove akibat penebangan hutan mangrove yang melampaui batas kelestariannya. Hutan mangrove telah dirubah menjadi berbagai kegiatan pembangunan seperti perluasan areal pertanian, pengembangan budidaya pertambakan, pembangunan dermaga dan sebagainya
JawabanHutan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida, habitat hewan, modulator arus hidrologika, dan pelestari tanah serta merupakan satu di antara aspek biosfer bumi yang paling penting DiSumatera dan Kalimantan, alih fungsi hutan menjadi pertanian dan perkebunan banyak dijumpai. Selain wilayahnya yang luas, hutan Indonesia juga menyimpan banyak kekayaan flora dan fauna atau keanekaragaman hayati yang sangat besar. Bahkan, banyak di antaranya merupakan spesies endemik yang langka atau hanya ditemukan di Indonesia, tidak .
  • l0c3by05n3.pages.dev/331
  • l0c3by05n3.pages.dev/218
  • l0c3by05n3.pages.dev/46
  • l0c3by05n3.pages.dev/362
  • l0c3by05n3.pages.dev/339
  • l0c3by05n3.pages.dev/310
  • l0c3by05n3.pages.dev/173
  • l0c3by05n3.pages.dev/275
  • alih fungsi hutan menjadi pertanian dan perkebunan banyak dijumpai di